Wedding anniversary
Malam ini rumah Rayden kembali ramai. Semua penghuninya berkumpul di halaman belakang rumah. Ternyata sepasang suami istri yang menjadi pemeran utama itu, memilih mengadakan barbeque party.
Sang tuan rumah dengan istrinya terlihat sibuk memanggang daging, sedangkan Rayden dan Naura duduk berdua di gazebo. Menikmati langit malam yang terlihat lebih indah dari biasanya. Lain lagi dengan Artha dan kedua teman Rayden, mereka terlihat sibuk memakan daging yang baru saja matang.
“Bang Artha! Itu punya gue!” Juan berseru tak terima saat dengan seenaknya Artha mencomot daging yang berada di piringnya.
Mengedikkan bahunya acuh, Artha sama sekali tak terusik dengan teriakan kesal dari Juan. Sedangkan Dion menatap Juan heran, “Lo tuh gak ada kenyang-kenyangnya, ya?”
“Udah habis dua porsi, loh.” ucap Dion tak habis pikir. Padahal sebelum datang ke sini, temannya itu sudah menghabiskan satu porsi nasi goreng. Dan kini Juan masih sanggup makan? Dalam hati, Dion bertanya-tanya terbuat dari apa perut Juan sehingga bisa menampung makanan sebanyak itu.
Juan memberengut kesal membuat Artha tertawa tak jelas. Putra sulung dari Ardan itu melempar Juan dengan snack pilus. “Kayak bocah, lo!”
Semakin menjadi lah rasa kesal Juan terhadap Artha. Lantas laki-laki itu segera mengejar Artha yang sudah ancang-ancang ingin kabur. Artha berteriak ngeri saat Juan terus mengejar, membuat Ardan dan Mela tertawa melihatnya. Ada-ada saja tingkah mereka.
Rayden yang sedari tadi memperhatikan hanya tersenyum tipis. Juan dengan segala tingkah konyolnya. Rayden sangat berterimakasih kepada Juan yang selalu berhasil menghidupkan suasana. Menghadirkan tawa dalam keluarganya.
“Anak-anak, ayo makan.” Seru Mela seraya menyusun makanan di atas meja.
“Hei, Juan, Artha, ayo makan dulu.”
Mendengar perintah nyonya rumah, mereka langsung menghampiri. Juan dan Artha bahkan kini sudah duduk anteng bersebelahan. Setelah dirasa semua orang telah duduk, Mela kembali bersuara. “Selamat makan. Jangan malu-malu buat nambah.”
“Naura, makan yang banyak, ya.” ucap Mela saat tatapannya bertemu dengan Naura.
Naura tersenyum sopan. “Iya, Tante. Terimakasih.”
Makan-makan telah selesai setengah jam yang lalu. Kini Artha, Naura, Rayden, beserta kedua temannya sedang duduk melingkar di gazebo. Satu botol kosong berada di tengah-tengah mereka. Atas ide Artha, saat ini mereka akan melakukan permainan yang cukup populer, Truth or Dare.
“Gue puter, ya.” ucap Artha sebelum memutar botol kosong itu. Mereka menahan nafas seiring dengan berputarnya botol, berharap cemas dan berdoa dalam hati semoga botol itu mengarah pada orang lain.
Botol berhenti tepat mengarah ke Rayden. Mereka menghela nafas lega, berbanding dengan Rayden yang tiba-tiba saja merasa gugup. Artha menyeringai menatap sang adik, “Truth or Dare?”
Rayden menatap Artha, malas. “Truth.”
“Biar gue yang nanya.” ucap Juan.
“Jangan aneh-aneh!”
“Iya, pak Rayden.” Sahut Juan malas.
“Lo lagi suka sama seseorang, gak?”
Pertanyaan itu lantas menciptakan hening. Mereka menunggu jawaban Rayden dalam diam. Sedangkan yang ditanya bingung harus menjawab bagaimana.
“Ayo, jawab jujur.” Kata Artha.
Meski ragu, Rayden tetap menjawab jujur. “Iya.”
Mendengarnya Artha berseru antusias. “Siapa? Kasih tahu gue!”
“Lo udah kenal sama orangnya.” Jawab Rayden. Laki-laki itu sesekali melirik Naura yang mencoba acuh.
Artha mengernyit heran. Pikirannya berkecamuk, memikirkan siapa perempuan yang Rayden cintai. Mereka memilih melanjutkan permainan, tanpa menyadari sebuah pasang mata yang tiba-tiba memberi tatapan tak suka dengan tangan yang mengepal di balik saku hoodienya.