Takdir adalah takdir
“Jadi dot nya beneran punya lo?” Ini ketiga kalinya Rayden mendengar pertanyaan itu keluar dari mulut gadis yang kini ada di hadapannya.
Rayden mendengus kesal, “Lo bisa gak sih, berhenti nanyain hal yang sama?”
Gadis yang dikenal banyak orang dengan nama 'Naura' itu menggeleng pelan. “Gak bisa. Gue bakal terus-terussan nanya, kalo lo gak juga ngejawab pertanyaan gue.”
Rayden menatap Naura datar. Kemudian laki-laki itu melangkah maju membuat Naura sedikit memundurkan tubuhnya karna Rayden semakin mempersempit jarak yang ada.
Setelah mengamati setiap inci wajah gadis yang menunjukan ekspresi was-was itu, Rayden berucap penuh penekanan. “Ini bukan urusan lo, gak seharusnya lo ikut campur.”
“Oke, fine. Gue minta maaf,” Naura mendorong pelan tubuh Rayden agar menjauh. “Tapi please ya, posisi kaya gini bisa bikin orang salah paham.”
Rayden menaikkan kedua alisnya, “Siapa yang bakal salah paham?” Ia mengedarkan pandangannya lalu kembali menatap Naura, “See, perpus lagi sepi. Lagian kita berdiri di balik rak buku, kalo lo lupa.”
Benar-benar menguji kesabaran. Naura mengatur nafasnya secara perlahan, lalu sedikit mendongak untuk menatap mata tajam milik laki-laki yang katanya bernama Rayden itu. “Rese, lo.”
Mengedikkan bahunya acuh, Rayden kembali menatap Naura dengan serius. “Denger ya, lo udah buat 10 menit berharga gue terbuang sia-sia gitu aja. Gue kesini buat ngambil barang gue yang ketinggalan, bukan buat dengerin omongan gak jelas dari lo.”
Melihat Naura yang menatap ke arah lain dan seakan tak mendengarkan ucapannya, Rayden meraih pundak gadis itu. “Gue lagi ngomong sama lo. Tatap mata gue dan dengerin ini baik-baik.”
“Ck, yaudah ngomong aja. Gue dengerin kok,” Ucap Naura malas seraya menepis tangan Rayden.
“Oke. First, gue mau lo takedown tweet lo itu. Second, anggap aja lo gak pernah nemuin ini di perpus,” Rayden menggoyangkan dot dengan motif pisang yang ada di genggamannya. “Last, tutup mulut lo dan anggap kalo kita gak pernah ketemu.”
Meski heran Naura tetap menganggukan kepalanya. “Kasih gue satu alasan, kenapa gue harus turutin permintaan lo.”
“Simple, karna gue gak mau berurusan sama lo.”
Setelah mengucapkan jawaban itu, Rayden memasukkan dot yang sedaritadi dia pegang ke dalam tas. Kemudian dia membalikkan badannya dan berjalan meninggalkan Naura yang masih terdiam di tempatnya. Sempat dia dengar meski samar, gadis yang namanya tak dia ingat itu mengatainya 'Cowo aneh'. Namun Rayden tetaplah Rayden, dia tidak peduli.
“Gue harap ini yang terakhir,” Gumamnya pelan. Ya, Rayden harap hari ini adalah pertama dan terakhir kalinya dia bertemu dengan gadis itu. Karna Rayden tidak akan membiarkan rahasia yang selama bertahun tahun dia jaga terbongkar begitu saja hanya karna gadis itu.
But who knows? Ada yang bilang takdir adalah takdir. Ia akan terus berjalan sesuai rencana, bagaimanapun caranya.