Peneror
Setelah menghabiskan waktu selama hampir 3 jam untuk berkeliling sekaligus membaca buku-buku dengan genre menarik, kini keduanya berjalan beriringan keluar dari perpustakaan besar itu. Senyum tak sedikitpun luntur dari bibir ranum Naura. Melakukan library date terlebih bersama Rayden benar-benar membuatnya senang. Ingatkan ia untuk menandai hari ini sebagai hari paling spesial dalam hidupnya.
“Seneng?”
Naura menatap Rayden gemas. “Masih nanya? Seneng banget, lah!” Serunya kelewat antusias.
Terkekeh pelan, tangan Rayden terulur mengacak surai panjang Naura. “Sekarang mau ke mana lagi?”
“Mau jajan boba!” Naura menarik Rayden agar berjalan lebih cepat. Mereka berjalan di trotoar, menghampiri beberapa pedagang yang berada di pinggir jalan.
Melihat pedagang corn dog yang tak jauh di depannya membuat Naura dilanda bimbang. “Mau corn dog juga.” Gumamnya lesu. Gadis itu menatap pedagang corn dog dan pedagang boba yang berada di sebrang sana secara bergantian. “Pilih yang mana, ya?”
Rayden terkekeh kecil. Padahal tinggal membeli keduanya, kenapa juga harus memilih? Pikirnya dalam hati. “Kamu beli corn dog aja, boba nya biar aku yang beli.”
Lantas Naura memekik senang. “Beneran??” Tanyanya yang diangguki Rayden.
“Yaudah, corn dog nya beli dua, ya.”
Naura mendorong punggung Rayden dengan pelan agar laki-laki itu bergegas membeli boba yang berada di sebrang sana. “Hati-hati nyebrangnya, jangan lupa beli dua!” Setelah memastikan bahwa Rayden sampai di pinggir pedagang boba dengan selamat, Naura segera membeli corn dog nya.
15 Menit berlalu, kini dua corn dog hangat berada di tangan Naura. Sama halnya dengan Rayden yang kini tengah menatapnya dari sebrang sana. Sepertinya laki-laki itu juga telah selesai membeli.
Memastikan jalanan mulai kosong, Rayden melangkah maju. Menatap Naura tanpa menyadari bahwa ada sebuah mobil yang melaju dari arah kanan. Mulanya, Naura ikut tersenyum. Namun saat menyadari keberadaan mobil yang melaju itu, tanpa babibu ia langsung menarik Rayden mendekat. Membuat tubuh mereka kehilangan keseimbangan dan terjatuh ke pinggir secara bersamaan. Boba beserta corn dog yang mereka beli bahkan sudah berhamburan di jalanan.
Rayden meringis pelan. Ia yakin bahwa sikunya yang terbentur dengan tanah terluka, terbukti dengan rasa perih yang bukan main. Naura beranjak berdiri, tak mengindahkan rasa ngilu di lututnya. Gadis itu membantu Rayden berdiri. “You okey?” Tanyanya panik.
“Gapapa, tenang aja.”
Tatapan Naura beralih pada sebuah mobil yang hampir menabrak Rayden. Meski sudah melaju jauh, namun Naura masih dapat melihat dengan jelas plat nomor mobil itu.
B 4040 AN
Mobil itu? Naura membatin dalam hatinya. Matanya membola saat mengetahui mobil milik siapa itu. Meski berusaha berpikir positif, tapi melihat bagaimana saat mobil itu dengan sengaja melaju kencang ke arah Rayden membuat Naura tak habis pikir. Jika saja dirinya terlambat sedetik saja saat menarik Rayden, mungkin kini laki-laki juli itu akan terkapar dengan banyak darah di jalanan.
Rayden menatap Naura yang melamun. Raga gadis itu memang berada di depannya, namun sepertinya pikiran Naura berada di tempat lain. Meski telah dipanggil berkali-kali, Naura tak juga menanggapi. Rayden kemudian meraih pundak Naura, membuat ia tersentak kaget.
“Hey, are you okey?”
“Ah, maaf.” Jawab Naura gelagapan. Ia beralih menatap Rayden, “Ada yang luka, gak?”
Rayden membuka mantelnya, memperlihatkan sikunya yang berdarah kepada Naura. “Pantesan aja perih.” Gumamnya.
“Astaga,” Naura menatap sekeliling, ia menarik Rayden saat melihat sebuah Alfamart yang tak jauh di depan sana.
“Tunggu di sini, ya.” ucapnya saat Rayden duduk di bangku yang kebetulan sekali terletak di depan Alfamart.
Setelah Naura mulai masuk ke dalam, pikiran Rayden berkecamuk. Memikirkan kejadian di jalan tadi. Rayden cukup pintar untuk menyadari bahwa si pengendara mobil itu sengaja ingin menabraknya. Tapi siapa pengendara itu? Rayden merasa ia tidak memiliki musuh. Nama Marvel sempat terlintas dipikirannya, sebelum laki-laki itu sadar bahwa kini ia tidak memiliki masalah lagi dengan Marvel.
“Sini, liat lukanya.” Suara yang terdengar khawatir itu membuyarkan lamunan Rayden. Diarahkan tangan kanannya ke hadapan Naura, saat gadis itu duduk di sampingnya.
Naura mengobati Rayden dengan telaten. Mengambil beberapa gumpalan kapas dan menyiramnya perlahan dengan alkohol. Ia membersihkan luka Rayden dengan perlahan. Ringisan yang keluar dari mulut Rayden tanpa sadar membuat Naura ikut meringis. Pasti perih sekali. Setelah dirasa darah tak lagi ada di luka yang cukup besar itu, Naura menempelkan plester luka di siku Rayden dengan hati-hati.
“Akhirnya selesai.” Kata Naura sembari menatap Rayden dengan senyum manisnya.
Lantas Rayden ikut tersenyum. “Thanks.”
“Kamu gak ada yang luka?” Tanya Rayden. Seingatnya tadi gadis itu juga meringis saat mereka jatuh bersamaan.
Naura menggeleng. “Gak ada kok, tadi cuma ngerasa ngilu aja di lutut.”
Mengangguk mengerti, Rayden beralih menatap jalanan. “Tadi itu siapa ya, Ra?”
Pertanyaan itu membuat Naura yang semula tengah membereskan peralatan yang dia pakai tadi, membeku mendengarnya. Ia menggeleng lirih. “Aku gak tahu. Mungkin orang itu gak sadar kamu mau nyebrang.” ucapnya berbohong. Tidak mungkin kan, Naura mengatakan bahwa seseorang yang hampir menabrak Rayden adalah tunangannya?
Meski ragu, pada akhirnya Rayden tetap mengangguk. Hening sejenak sebelum suara notifikasi dari handphone Rayden mengalihkan atensi mereka. Lagi, laki-laki juli itu dibuat bingung saat membaca pesan yang masuk.
Selamat, ya? Hari ini lo masih beruntung.
Tunggu balasan selanjutnya.
Rayden mendesis marah. Jadi yang hampir menabraknya tadi adalah si peneror yang selalu mengganggu hari-harinya? Keterlaluan. Rayden tak akan tinggal diam, dia akan mencari tahu siapa si peneror itu. Cukup sampai di sini hidupnya di usik oleh orang yang bahkan tak Rayden ketahui.
“Rayden?” Naura menatap Rayden heran. Laki-laki di sampingnya terlihat marah. Tatapan tajam itu sama seperti tatapan yang pernah Rayden beri saat berada di perpustakaan setahun yang lalu.
Naura mendekat, menatap layar handphone Rayden yang masih menyala. Ia terkejut bukan main, nomor asing itu adalah nomor yang jelas sekali Naura ketahui. Jadi, selama ini Rayden diteror?