Satu hari yang penuh kehangatan

Sore ini suasana di rumah Rayden terlihat cukup ramai dan hangat. Kedua orang tua Rayden sibuk memasak untuk makan malam nanti. Artha sibuk dengan dunia game nya. Di sampingnya Dion dan Juan sedang memperebutkan kue terakhir yang dibuat oleh Mama Rayden tadi siang. Lalu Aden? Bocah itu lebih memilih bermain bersama Naura.

“Rakus banget sih lo, ini jatah gue ya. Lo udah makan banyak banget tadi.” Suara Dion terdengar sewot, membuat Juan mendelik tak suka.

“Gak bisa gitu dong! Kan gue yang ambil duluan,” Juan merebut paksa kue yang dipegang Dion. “Ini jatah gue.”

Muak mendengar keributan tak bermutu dari dua curut yang berada di sampingnya, Artha bersuara. “Udah, gak usah rebutan kue kaya anak kecil.”

Laki-laki dengan hoodie abu itu, dengan santai mengarahkan tangan Juan yang memegang kue buatan Mamanya ke arah mulutnya. Lalu ia melahap kue itu dan dengan jail sedikit menjilat jari Juan. Jika dilihat dari jauh Juan terlihat seperti sedang menyuapi Artha.

Untuk seperkian detik Juan maupun Dion hanya mampu menatap Artha tanpa berkedip.

Setelah sadar dari keterkejutannya Juan berteriak heboh. “BANG ARTHA JIJIK BANGET WOY JARI GUE KENAPA LO JILAT?!”

“BAU JIGONG!!”

Kedua orang tua Rayden yang melihat interaksi ketiganya tak dapat lagi menahan tawanya. Mereka tertawa terbahak-bahak sembari menggelengkan kepalanya, tak habis pikir.

Di tempatnya Dion masih terdiam. Menatap Juan yang sibuk memukul Artha menggunakan bantal dengan hampa. “Kue jatah gue,” Lirihnya pelan.

“AMPUN WOY AMPUN! DILARANG MENGGUNAKAN KEKERASAN JUAN! GUE LEBIH TUA DARIPADA LO YANG SOPAN! MAMA PAPA TOLONGIN ABANG!” Artha berteriak. Berharap ada malaikat baik yang dapat menjauhkan Juan dari dirinya.

Juan tak menghiraukan teriakan Artha sedikitpun. Ia semakin brutal memukul Artha bahkan kini tubuhnya sudah menindih tubuh laki-laki yang 3 tahun lebih tua darinya itu.

Naura yang sibuk bermain robot robotan bersama Aden, berusaha mengacuhkan keributan yang dibuat oleh Juan. Gadis itu menatap Aden dengan lembut. “Aden, kita ke taman belakang aja, yuk? Disini berisik.”

Aden mendongak. Menatap Naura sebentar lalu beralih menatap Abang dan kedua temannya. Seolah mengerti bahwa Naura malas dengan keributan yang terjadi, Aden mengangguk. “Hum, ayo!”


Kini Naura dan Aden berada di taman belakang rumah. Keduanya memilih duduk di gazebo yang berhadapan dengan kolam renang.

Hening menyelimuti keduanya. Naura memperhatikan Aden yang anteung sendiri dalam diam. Hari ini laki-laki di hadapannya itu kambuh lebih lama. Padahal biasanya Rayden hanya akan kambuh selama dua atau tiga jam. Lalu seperti biasa Rayden akan menyuruh Naura untuk pulang setelah dia tidak merasakan adanya tanda-tanda kambuh.

Terhitung sudah satu bulan lebih semenjak Dion yang memohon agar dia mau membantu Rayden. Kabar baiknya Rayden tidak kambuh sehari sekali, mungkin hanya dua atau tiga kali dalam seminggu? Entahlah Naura tak berminat menghitungnya.

“Kaka cantik, kenapa?” Suara yang terdengar menggemaskan itu membuyarkan lamunan Naura.

Naura menggeleng pelan, “Gak papa, sayang.” Jawabnya sambil tersenyum tipis.

Aden mengangguk-anggukkan kepalanya, mencoba untuk tidak bertanya lebih lanjut. Terdiam beberapa saat, Aden kembali bersuara sambil menatap Naura. “Kaka cantik, makasih ya.”

“Makasih untuk apa sayang?”

“Semuanya. Makasih udah mau main sama Aden. Kaka cantik tau ndda? Aden sayang banget sama Kaka cantik!”

Tiba-tiba saja mata Naura memanas. Terharu sekali rasanya mendengar ucapan laki-laki yang berada di hadapannya.

Jika boleh jujur Naura juga menyayangi Aden atau mungkin Rayden? Sudahlah Aden ataupun Rayden keduanya orang yang sama. Naura tidak pernah tahu bagaimana hubungan antara dia dan Rayden. Seorang teman atau lebih dari teman. Dirinya tidak tahu.

“Kaka juga sayang sama Aden.” Jawaban dari Naura membuat Aden tersenyum senang.

“Aden boleh minta peluk?”

“Of course.”

Naura merentangkan tangannya. “Sini, sayang.” Detik itu juga Aden berhambur ke dalam pelukan Naura. Hangat dan nyaman. Seperti menemukan rumah yang selama ini dia cari.

“ADEN, NAURA AYO MASUK KITA MAKAN MALAM!”

Teriakan dari Juan membuat dua insan yang tengah tenggelam dalam suasana itu menyudahi acara pelukannya.

Naura menjawab dengan sedikit berteriak. “IYA!”