Memilih?

“Thanks ya, Kak. Novelnya bakal gue balikin setelah 2 minggu.”

Seperti yang sudah Naura katakan kepada Widya, ia akan menemui kakak tingkatnya untuk meminjam novel. Kini kedua gadis itu berada di perpustakaan kampus, lebih tepatnya berdiri di depan perpustakaan.

Jesi tersenyum simpul. “Santai aja, mau sampai sebulan juga silahkan. Lagian gue udah selesai baca novel itu, kok.”

“Kalo sebulan sih kelamaan.” Sahut Naura seraya terkekeh kecil. “Serius, thanks banget karena mau luangin waktu buat ketemu sama gue.”

“Astaga, santai aja kali, Ra.” ucap Jesi tak habis pikir. Gadis cantik itu menatap Naura sejenak. “Lo udah kayak sama siapa aja. Inget, kita itu temenan, oke? Lo adek tingkat paling baik yang pernah gue kenal.”

Tawa Naura mengudara di antara ramainya mahasiswa yang berlalu lalang. “Lo berlebihan banget, Kak.”

“Ya, lo abisnya canggung banget sama gue.” Gerutu Jesi.

“Yaudah iya, sorry.”

“Kalo gitu gue balik ke kelas dulu, ya. Lo udah gak ada kelas, kan? Hati-hati pulangnya.” Kata Jesi yang dibalas Naura dengan anggukan.

Setelah kakak tingkatnya itu berlalu pergi dan keberadaannya mulai tak terlihat, Naura memasukkan novel yang ia pinjam ke dalam tas miliknya.

Gadis itu hendak berjalan, sebelum suara yang tak asing menghentikan pergerakannya.

“Gue lihat akhir-akhir ini lo makin deket ya sama Rayden?” Naura menoleh menatap Ratu yang tiba-tiba saja berada di belakangnya.

“Pacaran?” Tanya Ratu, lagi.

Naura mendengus. “Bukan urusan lo.”

Tertawa kecil, Ratu mengangguk-anggukkan kepalanya. “Well, emang bukan urusan gue, sih.”

Ratu melangkah mendekati Naura. “Tapi kedekatan kalian tuh, mengganggu gue banget.”

“Kenapa? Cemburu?” Tanya Naura, heran. Bukankah Ratu sudah menjalani hubungan bersama laki-laki lain? Baginya, tidak etis jika masih mengharapkan laki-laki lain disaat diri sendiri sudah memiliki pasangan.

“Right but wrong.” Jawab Ratu tak jelas. “Tapi itu bukan point utamanya.”

“Masa bodoh dengan point utama atau point apapun itu, yang jelas this is none of your business.” Katakanlah ucapannya terlalu kasar, Naura tak peduli. Ratu yang terlalu banyak ikut campur membuatnya muak.

“Bukannya lo udah memilih cowok lain dan lepasin Rayden? So please, berhenti mencampuri urusan Rayden ataupun gue.” Naura memilih melanjutkan langkahnya, tak mengindahkan Ratu yang berjalan mengikuti.

“Asal lo tahu, gue gak akan lepasin Rayden gitu aja kalo bukan karena daddy yang ngancem bakal hapus nama gue dari ahli waris!” Sentak Ratu, kesal.

“Fasilitas gue bakal dicabut kalo aja gue masih ngejar-ngejar Rayden dan gak bisa nerima Marvel dalam hidup gue.”

“Gue lebih baik lepasin Rayden daripada harus jatuh miskin, but that doesn't mean i don't love Rayden anymore!”

Naura masih diam. Mencoba menulikan pendengarannya meski Ratu terus berteriak. Naura yakin, gadis itu pasti kesal karena perkataannya. Namun sekali lagi, Naura tak peduli.

Dapat Naura dengar Ratu tertawa sinis setelahnya. Langkahnya dipercepat, membuat Ratu mau tak mau mencoba menyamai langkahnya. “Lo ini sasimo juga, ya?”

Perkataan sarkas itu mampu membuat Naura berhenti. Ia menatap Ratu yang kini sedang menatapnya remeh. “Maksud, lo?”

Tatapan tajam yang Naura berikan tak membuat Ratu terusik sedikitpun. Ia malah semakin merasa senang jika Naura mulai terpancing. “Gue akui gue emang cewek gila yang terobsesi sama Rayden, tapi gue gak sehina lo.”

Naura berdecih tak suka. “Gak usah bertele-tele, maksud lo apa?”

Ah, puas sekali rasanya ketika bisa memojokkan Naura. Ratu berjalan mengitari Naura, “Deketin Rayden disaat lo sendiri memiliki tunangan. Kira-kira gimana ya tanggapan orang-orang tentang lo? Sasimo? Murahan?” Tanya Ratu sembari menatap Naura. Nada suaranya dibuat seolah-olah sedang terkejut sekaligus penasaran.

Untuk sesaat, Naura merasa dunianya berhenti berputar. Gadis itu beralih menatap Ratu. “Lo, tahu darimana?”

“Itu gak penting.” Jawab Ratu, acuh.

Baru ingin bersuara Ratu kembali menginterupsi. “Lo gak boleh serakah, Naura. Gak mikir gimana perasaan tunangan lo? Lo pikir tunangan lo itu bodoh ya buat gak menyadari kedekatan lo sama Rayden? Gue rasa di sini lo yang bodoh. Sebenarnya gue gak peduli sama tunangan lo itu, tapi di sini Rayden ikut terlibat. Dia jadi duri dalam hubungan kalian berdua dan gue gak mau Rayden terluka. Lo egois—”

“Berhenti.” Naura menyela. Ditatapnya Ratu dengan tajam, tatapannya seolah akan menguliti Ratu hidup-hidup. “Tutup mulut lo, gue gak butuh omong kosong lo itu.”

Naura memilih berjalan meninggalkan Ratu. Ia terlalu takut untuk mendengar semua perkataan Ratu yang seratus persen adalah kebenaran.

Ratu menyeringai puas. Jika Ratu tak bisa memiliki Rayden, maka akan ia buat Naura menyingkir dalam kehidupan Rayden. “Harus ada yang lo pilih, Rayden atau tunangan lo itu. Cepat atau lambat lo harus bisa memilih, Naura.”

“Memilih Rayden yang baru datang tapi menghadirkan perasaan dalam hati lo atau memilih orang yang udah bertahun-tahun berjuang sama lo, tunangan lo sendiri.”

Dalam hati Naura berharap bahwa ia tuli. Semua yang Ratu ucapkan berhasil membuatnya takut. Tak ada yang bisa gadis itu lakukan, membela diri pun rasanya tak sanggup. Maka dengan begitu, Naura berlari sekencang mungkin. Ia hanya ingin menghindari Ratu, menghilang dari hadapan gadis licik itu.