Kekacauan
Naura tersenyum canggung kala mama Rayden berjalan menghampirinya. “Selamat siang, tante.”
“Siang cantik, ayo masuk. Aden udah rewel nungguin kakak cantiknya.” ucap Mela sambil menggandeng tangan Naura. Membawa gadis itu masuk ke dalam rumah.
Baru beberapa langkah berjalan ke dalam rumah tangisan Aden sudah terdengar sangat jelas. Saat memasuki ruang keluarga terlihat Ardan yang sedang mencoba menenangkan Aden. Di sampingnya, Ratu juga berusaha membujuk Aden agar dia berhenti menangis.
Untuk sesaat, Naura terdiam. Dapat dia lihat dengan jelas bagaimana sorot mata Ardan yang terlihat khawatir sambil terus berusaha menenangkan Aden. First impression yang dia dapat saat pertama kali bertemu Ardan adalah laki-laki paruh baya itu memiliki kepribadian yang hangat. Tatapannya yang lembut saat menatap Rayden kala itu membuat Naura tertegun. Bagaimana bisa sosok hangat seperti Ardan diam-diam sering memukul anak bungsunya sendiri?
“Kakak cantik!” Seruan dari Aden membuyarkan lamunan Naura. Laki-laki itu berhambur ke dalam pelukannya.
“Aden kangen kakak cantik, ayo kita pulang.” katanya masih sesenggukan.
Tangan Naura terulur mengusap surai Aden. “Pulang kemana? ini kan rumah Aden.”
Mendengar ucapan Naura, Aden menggeleng ribut. “Aden ndda punya rumah. Ini bukan rumah Aden, kakak cantik ayo kita pulang.”
“Aden enggak mau tinggal lebih lama di sini?” Mela bertanya dengan suara yang lembut.
“Ndda mau!”
“Aden enggak kangen papa?” Kali ini Ardan yang bertanya. Yang lagi-lagi dijawab gelengan oleh Aden.
“Ndda, papa jahat!”
Melihat Ardan yang hendak bersuara lagi membuat Naura menggeleng. Mengisyaratkan agar Ardan tidak perlu membalas perkataan Aden. Mau tak mau Ardan kembali diam.
Aden semakin menenggelamkan wajahnya di ceruk leher Naura. Dia merengek, “Kakak cantik, ayo pulang. Aden mau pulang!”
“Ini waktunya tidur siang, loh. Emang Aden enggak ngantuk?” Tanya Naura.
Di dalam dekapannya Aden mengangguk. “Aden ngantuk,” Lirihnya pelan membuat Naura tersenyum kecil.
“Yauda, tidur siang di sini dulu aja gimana? nanti setelah bangun kita pulang ke apartemen.” Bujuk Naura.
“Beneran nanti pulang?” Aden mendongak menatap Naura.
“Iyaa, nanti kita pulang.”
“Hum yauda, ayo kita bobo.” kata Aden sambil menarik Naura ke lantai atas, menuju kamarnya berada.
Naura mengikuti langkah Aden. Gadis itu sempat menatap Ardan dan Mela untuk meminta izin yang diangguki keduanya.
Melihat Ratu yang hendak menyusul ke atas membuat Ardan mendekat dan mencekal lengan gadis itu. “Kali ini saja, biarkan anak saya bersama Naura dulu.”
Rayden melenguh saat terbangun dari tidurnya. Perlahan, dia membuka matanya dan menatap sekeliling. Rayden refleks menjauhkan tubuhnya saat menyadari bahwa dia tertidur dalam dekapan Naura.
Laki-laki itu bangkit sambil mengacak rambutnya. “Yaelah, pake tidur di sini segala lagi.” kata nya.
Rayden beralih menatap Naura yang sedang tidur. Jika dilihat dari dekat seperti ini, Naura terlihat semakin cantik. Entah dorongan darimana dia mendekatkan wajahnya. Menatap lamat setiap inci wajah Naura.
Melihat mata Naura yang perlahan terbuka membuat Rayden terkejut dan segera menjauh.
Dia berdeham pelan. “Udah bangun?” Dalam hati Rayden merutuki dirinya sendiri karna melontarkan pertanyaan bodoh itu.
“Maaf, gue ikut ketiduran.” ucap Naura seraya bangkit dari tidurnya.
“It's okay. Ayo Kita pulang.”
Naura menatap Rayden yang sudah turun dari kasur dan sedang mengeluarkan hoodie dari lemarinya. “Langsung pulang?”
Tanpa menoleh Rayden menjawab singkat. “Iya.”
“Enggak akan makan malam dulu di sini?” Tanya Naura setelah melihat jam yang menunjukkan pukul 7 malam di layar handphone nya.
“Gue enggak betah lama-lama di sini.”
“Tapi enggak enak sama mama papa lo, Ray.”
Rayden terlihat menghela nafas. Kemudian ia menatap Naura, “Mama papa gue, enggak sebaik yang lo lihat. Enggak perlu terlalu segan sama mereka.”
“Ayo kita pulang.” ucapnya untuk yang kesekian kali.
Mau tak mau Naura mengangguk dan turun dari kasur. Setelah merapikan sedikit penampilannya, Naura memasukkan handphone nya ke dalam tas. Lalu menyampirkan tas selempangnya itu di pundak.
Keduanya keluar dari kamar dan turun ke lantai bawah secara berdampingan.
“Halo anak-anak. Makan malam dulu sebelum pulang, ya?” Mela bersuara kala melihat mereka menuruni tangga.
“Enggak perlu, kita mau pulang sekarang.” Balas Rayden.
“Mama kamu udah masak banyak loh, Ray. Kamu enggak ngehargain usaha dia?” Ditempatnya Ardan ikut bersuara.
“Aku enggak nyuruh dia masak sebanyak ini?” Sahut Rayden sambil menatap berbagai macam makanan yang ada di atas meja dan Ardan secara bergantian.
“Rayden, duduk sekarang atau jangan harap kamu bisa bebas tinggal di apart bersama Artha.” Ardan menggertak membuat Rayden terkekeh kecil.
“Bisa enggak usah ngatur hidup aku?” Rayden berjalan mendekati meja makan. “Aku enggak pernah nyuruh dia buat masak, buat repot-repot ngelakuin semua ini. Dia sendiri yang mau.” Telunjuknya menunjuk Mela.
“Turunkan tangan kamu! Harus berapa kali papa bilang jangan pernah menunjuk mama kamu seperti itu?!” Nada suara Ardan naik satu oktaf. Bahunya naik turun karna emosi.
“Harus berapa kali aku bilang jangan pernah ngatur hidup aku?!” Rayden membalas dengan suara yang tak kalah keras.
Ditempatnya Naura hanya dapat membisu. Kenapa dia harus terjebak dalam keadaan seperti ini?
Dengan tergesa Ardan melangkah mendekati Rayden. Kemudian melayangkan satu tamparan di pipi mulus anak bungsunya.
“Pa, udah!” seru Mela panik.
Rayden terkekeh. Dia menatap Naura yang menunjukkan raut wajah terkejut. “See?”
“Ayo kita pulang.” ucap Rayden sambil menggandeng tangan Naura. Menarik gadis itu secara paksa untuk keluar dari rumah ini.