Flower in my life
“Kamu cantik banget, pantes aja bunda Renata suka.” Aden tersenyum dengan mata yang berbinar. Tangannya terulur memetik satu bunga mawar yang ada di hadapannya.
Mata boba laki-laki itu menatap kagum mawar yang ada di tangannya. Cantik sekali, mengingatkannya pada masa lalu. Dulu saat dia masih menginjak sekolah dasar, di belakang halaman rumahnya ada taman bunga mawar yang dibuat atas keinginan bunda Renata. Menghabiskan waktu sore bersama bunda dengan menyiram bunga bunga itu adalah hal paling menyenangkan dalam hidupnya.
Namun semuanya berubah semenjak bunda pergi. Taman indah itu sengaja papa bongkar karna mama baru nya —Mela— alergi terhadap bunga. Saat itu adalah pertama kalinya Rayden mulai membenci Ardan. Semua hal tentang Renata selalu dihapus oleh Ardan hanya untuk Mela dan Rayden membenci itu.
Aden menggerutu pelan, “Aden benci papa.”
Dia kembali menatap mawar itu. “Kamu kayak bunda sama kayak kakak cantik juga.”
“Oh, iya?”
Mendengar suara yang sangat dikenalinya itu membuat Aden menoleh ke belakang. Dia meloncat kegirangan melihat keberadaan Naura. “Kakak cantik!”
“Hi, Aden.” Sapa Naura sambil tersenyum. “Lagi ngapain sih sendirian di sini? kakak daritadi liatin Aden dari jauh.”
“Ihh kenapa ndda nyamperin Aden, sihh.” kata Aden cemberut. Kedua kakinya dia hentak-hentakan.
Melihat itu Naura tertawa geli. “Lucu tahu, liat kamu dari jauh. Apalagi waktu kamu ngajak ngobrol bunga-bunga itu.” Tunjuknya pada bunga mawar yang ada di sekeliling mereka.
“Kakak cantik kayak bunga ini.” Aden mengulurkan bunga mawar yang ada di tangannya yang langsung diterima oleh Naura.
“Dan Aden kayak taman ini. Tanpa kakak cantik Aden ndda akan jadi seindah ini!” ucap Aden sambil mengedarkan pandangannya. Menatap taman indah ini yang dihiasi banyak bunga mawar.
Naura tertegun. Gadis itu mendekat dan membawa tubuh Aden ke dalam dekapannya. “Yes, i'm the flower in your life.”
“Thank you my beautiful flower.”
Naura mengendurkan pelukan itu. Dia mengernyit, “Rayden?”
Melihat Rayden yang tersenyum membuat Naura buru-buru melepaskan pelukan itu, namun tertahan karna Rayden kembali memeluknya.
“Gue kangen bunda. Temenin gue buat jenguk dia, ya?”
Naura mengangguk kaku dalam pelukannya. “Sekarang?”
“Iya.” Rayden melepaskan pelukan itu. Kemudian menggandeng tangan Naura untuk berjalan. “Lo bawa mobil?”
“Iya, gue dianter sama supir.”
“Gapapa naik mobil lo?”
“Gapapa, daripada harus jalan?”
Rayden sedikit terkekeh mendengar jawaban itu. Setelah keduanya sampai di hadapan mobil Naura, mereka duduk di kursi belakang. Kemudian mobil itu melaju menuju tempat pemakaman.
“Halo, bunda. Kita ketemu lagi, coba tebak Rayden bawa siapa kali ini?” Itu adalah kalimat pertama yang Rayden lontarkan kala laki-laki itu berjongkok di samping makam Renata.
“Kakak cantiknya Aden,” Rayden menjeda ucapannya, dia beralih menatap Naura yang berjongkok di sisi samping lainnya. “Bunga nya, Rayden.”
Refleks Naura menatap Rayden dalam diam. Rayden membersihkan makam Renata dari daun yang berjatuhan. Mencabuti rerumputan liar yang tumbuh di rumah baru bunda nya. Kemudian setelahnya dia meletakkan satu buket bunga mawar merah, “Kesukaan bunda.” katanya.
“Rayden harap bunda baik-baik aja di sana. Pasti tempat bunda yang sekarang indah banget, ya? sesekali tolong mampir ke mimpi Rayden yaa bunda, I miss you more than life.”
“Jangan lupa buat datang ke mimpi bang Artha juga. He once secretly cried because he missed you,” Rayden tersenyum geli mengingat bahwa dia pernah memergoki Artha yang menangis di kamarnya. Cengeng, pikirnya kala itu. “Padahal dia sendiri yang bilang jangan menangis sendirian. Anak bunda yang satu itu enggak pernah berubah iya, kan? selalu pura-pura kuat di hadapan Rayden.”
“Kepergian bunda merenggut setengah hidup Rayden. Sama halnya seperti taman tanpa bunga, bakal keliatan hampa dan gak bernyawa. Seperti itu Rayden tanpa bunda. Tapi bunda harus tahu satu hal,” Rayden kembali menatap Naura, “perempuan yang ada di hadapan Rayden saat ini menjadi bunga pengganti di taman itu. Cantik, kan?”
Pipi Naura bersemu merah mendengarnya. Dia mengalihkan pandangannya, “You are too much.” Lirihnya.
“I speak as it is.” Rayden kembali menatap makam Renata. “Bunda, Naura udah banyak ngebantu Rayden. Dia ngebuat Aden ngerasa dilindungi dan ngebuat Rayden nyaman. Hebat, ya? sama kayak bunda.”
“Jangan khawatir Rayden akan berpaling dari bunda. Bunda Renata akan selalu menjadi bunga dalam hidup Rayden, tapi sekarang tolong izinkan Naura menjadi bunga Rayden untuk sementara, ya?”
Naura itu bunga. Bunga yang entah siapa pemilik sebenarnya. Tanpa disadari Rayden memiliki bekas luka berbentuk bunga mawar dibawah matanya. Memiliki beberapa kesamaan namun tak bisa bersama. Takdir itu senang sekali bermain-main, ya?