date

Naura menutup gerbang rumahnya secara perlahan. Kemudian gadis itu berlari kecil ke arah mobil Rayden yang terparkir di ujung sana. Naura mengetuk kaca mobil bagian pengemudi. Hingga saat kaca itu mulai menurun, Naura bersuara. “Gak nunggu lama, kan?”

“Enggak, ayo naik.”

Naura mengangguk. Ia berjalan memutar untuk naik ke jok di samping Rayden. Saat dirasa Naura sudah duduk dengan nyaman Rayden mencondongkan tubuhnya ke arah gadis itu untuk memasangkan seatbelt. Naura menahan nafas saat itu juga. Jarak mereka terlalu dekat dan dia bisa mencium aroma bunga iris dan nilam yang berasal dari tubuh Rayden.

“Nafas, Ra. Jangan ditahan.” Perkataan dengan unsur meledek itu praktis membuat Naura membuang muka. Karna gemas Rayden tak tahan untuk mengacak surai panjang gadis yang ada di sampingnya itu.

“Kita mau ke mana?”

“Ke mana aja, yang penting seru.”

“Aku tadi liat ada pasar malam. Mau ke sana?”

“Boleh.”

Saat mobil mulai melaju Naura sibuk menatap jalanan lewat jendela. Gadis itu tengah mencoba mengendalikan rasa gugupnya. Ditengah kegugupan yang ia rasakan, Naura memegang dadanya dengan tangan kanan. Sesuatu di dalam sana berdetak dua kali lebih cepat.

Haruskah dia bereaksi berlebihan seperti ini? bukannya apa-apa. Naura hanya takut Rayden mendengar suara detak jantungnya yang berisik. Tanpa ia sadari laki-laki di sampingnya mati-matian berusaha terlihat biasa saja. Berbanding terbalik dengan jantungnya yang berdetak sangat kencang.

Apa jatuh cinta memang seperti ini?


Rayden keluar dari mobil terlebih dahulu. Lalu ia berjalan memutar berniat membukakan pintu untuk Naura.

Rayden menuntun Naura keluar, dengan satu tangan berada di atas kepala gadis itu, melindunginya agar tidak sampai terbentur atap mobil. Meraih tangan Naura untuk digenggam, Rayden tersenyum simpul. “Ayo.” Ajaknya.

Mereka berjalan beriringan diantara banyaknya manusia yang berlalu lalang. Naura mengedarkan pandangannya. Lampu warna-warni, teriakan, tawa dan hiruk pikuk keramaian yang ada di sini membuatnya antusias seketika.

Matanya kini tertuju ke arah wahana bianglala yang sedang berputar. Bianglala adalah satu wahana yang tidak boleh dilewatkan saat datang ke pasar malam. Tanpa sadar gadis itu menarik Rayden berlari mendekati bianglala.

“Ayo naik bianglala.” Naura memekik antusias.

Di sinilah mereka sekarang, di wahana bianglala yang cukup besar. Naura memperhatikan beberapa bangunan yang menjulang tinggi dari atas wahana tersebut. Cahaya lampu yang menerangi perumahan terlihat indah jika dilihat dari atas seperti ini.

Naura berdecak kagum. “Rayden, liat deh cantik banget, ya?” Tunjuknya pada pemandangan di bawah sana.

Namun, alih-alih menatap pemandangan yang ditunjuk, Rayden malah fokus menatap Naura. “Iya, cantik.” Gumamnya.

Merasa diperhatikan Naura beralih menatap Rayden. Untuk beberapa saat tatapan mereka terkunci. Bolehkah Naura berteriak sekarang? Tatapan teduh yang diberikan oleh Rayden menyengat relung hatinya.

“Ada yang aneh di muka aku?” Tanyanya hati-hati. Melihat Rayden yang mengangguk, buru-buru Naura meraba wajahnya. “Serius?” Rautnya wajahnya yang panik praktis membuat Rayden terkekeh geli.

“Iya, terlalu cantik sampai buat aku gagal fokus.” Dasar gombal. Naura memalingkan wajahnya begitu saja. Mati-matian berusaha menahan bibirnya yang berkedut.

Naura menatap ke bawah. Dalam hatinya, dia berdoa agar bianglala ini cepat berhenti berputar. Rasanya Naura tidak akan tahan jika terus ditatap intens oleh Rayden lebih lama lagi. Saat bianglala berhenti berputar, Naura langsung turun dari sangkar besi itu. Disusul Rayden di belakangnya.

“Mau ke mana lagi?” Tanya Rayden.

“Mau itu.” Naura menunjuk pedagang permen kapas di ujung sana. Lantas Rayden mengangguk mengiyakan. Laki-laki pemilik mata boba itu menggandeng tangan Naura. Sepertinya menggandeng tangan Naura akan menjadi salah satu favoritnya mulai sekarang.

“Tunggu di sana. Biar aku yang beliin.” ucap Rayden sambil menunjuk bangku yang berada tak jauh dari tempat mereka berdiri.

Naura mengangguk. Ia berjalan beberapa langkah lalu duduk di bangku itu. Netranya tak lepas dari orang-orang yang sedang berlalu lalang. Ada yang datang bersama keluarga, sahabat bahkan pacar. Lalu dia datang bersama, uhm—pacar?

Sadar bahwa pikirannya sudah berkeliaran tak tentu arah, Naura segera menggelengkan kepalanya. Mana ada pacar, yang ada cuma temenan doang. batinnya menggerutu. Beberapa kali gadis itu memukul pelan kepalanya sendiri.

Hingga beberapa detik kemudian Rayden datang dan menahan tangannya. “Hey, ngapain?” Ia menyodorkan satu permen kapas yang langsung diterima oleh Naura.

Tangan Rayden terulur mengusap kepala yang baru saja dipukul oleh sang empunya, sebelum bergabung duduk di samping Naura.

“Ngapain mukul kepala sendiri?”

“Gapapa.”

“Jangan diulangi.”

Naura mengangguk. Mereka mulai menikmati permen kapas milik masing-masing. Entah refleks atau apa, Naura menyandarkan kepalanya ke sebelah pundak Rayden. Sedangkan tangannya asik mencubiti permen kapas dan memakannya. Menikmati rasa manis dan tekstur lembut dari permen itu.

Permen kapas itu terasa terlalu manis. Namun sepertinya ada yang lebih manis, apalagi kalau bukan momen mereka berdua. Saat permen kapas itu telah habis, Naura beranjak berdiri. Gadis itu mengulurkan tangannya yang langsung digenggam oleh Rayden.

“Ayo keliling.” Naura menampilkan senyum terbaiknya kepada Rayden, yang membuat laki-laki itu ikut tersenyum.

Mereka berjalan beriringan. Naura menatap risih para gadis yang mengagumi Rayden secara terang-terangan. Tiba-tiba saja dia merasa gerah. Rayden yang melihat itu menarik Naura untuk berjalan lebih cepat. Malam ini udara terasa lebih dingin. Maka Rayden membawa tangan Naura masuk ke dalam saku hoodie yang ia kenakan.

Naura meresponnya dengan senyuman manis. Mengeratkan jemarinya di dalam genggaman Rayden, sesekali mengusap punggung tangan Rayden dengan ibu jarinya.

“Naura.”

“Hm?”

“Gue— maaf, aku boleh tanya sesuatu gak?”

“Apa?”

“Kencan apa aja yang kamu impikan?”

Naura nampak berpikir. “Library date, beach date, sunset date, dan terakhir museum date!”

Rayden menghentikan langkahnya, membuat Naura ikut berhenti. Mereka menatap satu sama lain. Diantara banyaknya orang yang ada di sini, netra Rayden hanya terpaku pada gadis yang ada di hadapannya.

“Kalau gitu, ayo kita jalanin semua kencan itu satu-persatu.” Tuturnya sambil menampilkan senyum yang paling Naura sukai.