12 Agustus 2018
“Setelah buat ibu gue kecelakaan sampai meninggal, ternyata lo belum puas juga, ya?” Shaka berucap sembari menatap Arkana dengan raut wajah datar.
Dapat Shaka lihat pemuda april itu mengangkat alisnya dan tertawa sinis, “Gue gak akan pernah puas sampai lo ikut nyusul wanita pelacur itu.”
“Ibu gue bukan pelacur!”
“Tapi nyatanya dia selingkuh sama papa!” Sentak Arkana. Dia menatap Shaka tak suka, “Itu udah membuktikan bahwa ibu lo adalah wanita pelacur yang seenaknya menggoda suami orang. Ibu lo itu pelakor yang gak tahu diri.”
Shaka menggelengkan kepalanya. “Ibu gue bukan pelakor, Arkana. Justru ibu lebih dulu mengenal ayah dibanding mama Adiva. Ayah sama ibu dulu itu pacaran, tapi tiba-tiba aja mama Adiva datang sebagai wanita yang dipilih oleh kakek untuk bersanding dengan ayah.”
“Jangan panggil ibu kandung gue dengan sebutan mama! Lo bukan anaknya.” Sambar Arkana. Mendengar Shaka menyebut kata mama membuat dia muak.
“Gue gak peduli tentang kebenaran itu, yang jelas ibu lo udah ngerusak kebahagiaan keluarga gue!” Nada suara Arkana naik satu oktaf. Ditatapnya Shaka tajam dengan nafas yang memburu.
Shaka menghela nafas lesu. Pemuda itu menatap Arkana sendu sebelum berucap, “Sesulit itu buat nerima gue?”
“Gue gak tahu apa-apa, Arka. Awalnya gue cuma punya seorang ibu, kita hidup berdua selama belasan tahun. Gue udah merasa bahagia walaupun gue gak pernah ngerasain figur seorang ayah. Dulu hidup gue udah lebih dari cukup, Ka.” Shaka menjeda ucapannya, hanya untuk melihat bagaimana Arkana yang membuang muka. “Sampai suatu ketika, datang seorang pria yang mengaku sebagai ayah gue. Beliau minta maaf sampai bersujud di kaki gue, saat itu gue gak tahu harus bereaksi kayak gimana. Ibu juga gak banyak berbicara, ibu cuma nangis dan nangis tanpa menjelaskan apapun ke gue. Tapi perkataan ayah saat itu menjawab semua kebingungan gue.”
“Katanya, maafkan ayah yang menjadikan ibu kamu sebagai orang ketiga. Padahal kenyataannya dia yang pertama dan terakhir bagi ayah. Maaf karena menghadirkan kamu di waktu dan keadaan yang tak tepat. Maaf karena membuat kamu tumbuh tanpa seorang ayah.”
Shaka tertawa miris. “Lucu, ya? Kita sama-sama punya luka, Arkana. Namun, dengan penyebab yang berbeda.”
“Hati lo masih belum terketuk juga, ya?”
Suara pecahan gelas yang dilempar, sedikit membuat Shaka tersentak. “Gue gak peduli.” Sahut Arkana, nada suaranya kelewat sinis.
“Minta maaf, Arkana.”
“Apa lo bilang?”
“Minta maaf, kalo bisa bersujud di kaki gue. Lo gak merasa bersalah sedikitpun setelah merenggut dunia gue?” Tanya Shaka yang dibalas kekehan oleh Arkana.
“Gue justru merasa puas karena udah melenyapkan pelacur itu.” Jawab Arkana santai, sebelum sebuah bogeman menghantam pipinya dengan keras, membuat pemuda itu tersungkur ke bawah.
“Bajingan.” Desis Shaka, marah. Arkana telah melewati batasnya.
Suara tawa Arkana terdengar jelas di unit 116 yang tengah sepi itu. Dia beranjak berdiri, sembari mengusap sudut bibirnya yang berdarah. “Setidaknya gue bukan anak haram.” katanya penuh penekanan.
Perkataan itu praktis membuat emosi Shaka kembali memuncak, dia memukuli Arkana dengan brutal. Mulanya, Arkana tak membalas. Namun saat melihat Shaka yang mulai kelelahan sendiri, Arkana langsung menghajar Shaka seperti orang kesetanan.
Kini penampilan kedua pemuda itu tak jauh berbeda. Keduanya babak belur, namun Shaka terlihat sedikit lebih parah. Arkana menyeret Shaka menuju balkon dengan kasar. Mengerahkan seluruh tenaganya untuk melawan, akhirnya Shaka dapat mengunci pergerakan Arkana. Pemuda itu duduk di atas perut Arkana, kemudian kembali menghajarnya.
Arkana tak dapat bergerak, dia menutup matanya, menahan nyeri saat pukulan keras menghantam wajahnya. Hingga saat Arkana melihat Shaka mulai lengah, pemuda itu segera melawan. Arkana membalikkan keadaan, dicengkeramnya kerah baju Shaka dengan erat, Arkana membawa Shaka berdiri.
“Selamat tinggal, Shaka. Semoga lo hidup sengsara di atas sana.” Kalimat perpisahan yang Arkana ucapkan, sebelum dia mendorong Shaka tanpa belas kasihan hingga terjatuh ke bawah.
Dan Shaka tak sempat menyelamatkan dirinya sendiri. Sebab, tepat saat tubuhnya di dorong, Shaka tiba-tiba kehilangan tenaganya.